Kenali Korban dan Pelaku Perundungan “STOP Perundungan”.

Sabtu, 30 November 2017, berlangsung Seminar bertajuk “STOP Perundungan“, berlangsung dari pukul 08.00-12.00 WIB, Seminar ini membahas mengenai fenomena perundungan, batasan perundungan, ciri-ciri dan tipe korban perundungan, tanda-tanda siswa mengalami perundungan, bagaimana proses penyebab terjadinya perundungan, karakteristik perilaku dan strategi membantu korban perundungan. Hadir sebagai pembicara Dr. Ratna Djuwita Dipl, Psych, beliau seorang staf pengajar di Universitas Indonesia yang sudah fokus meneliti mengenai perundungan dan merupakan salah seorang pakar masalah perundungan.

Istilah perundungan atau bullying mulai marak dikenal dan digunakan oleh masyarakat melalui media sosial sejak tahun 2014. Perundungan adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk menyakiti secara fisik verbal, psikologis oleh seseorang terhadap seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya.

Untuk memahami masalah perundungan diperlukan beberapa batasan karena hal ini sering kali tumpang tindih dengan permasalahan yang lain, misalnya tawuran atau hazing. Secara umum semua tokoh sepakat bahwa perundungan merupakan bagian dari perilaku agresif yang dilakukan dengan niatan untuk menyakiti. Perundungan merupakan tindakan yang direncanakan untuk diulang selama waktu yang relatif lama dan menyakiti orang yang dituju. Bentuk perundungan bisa berbagai maccam, entah secara fisik, verbal, non verbal, psikologis ataupun secara cyber.

Salah satu ciri khas perundungan adalah adanya keseimbangan kekuatan yang dimiliki antara pelaku dan korban perundungan. Dalam persepsi korban perundungan, tindakan kekerasan yang dialaminya akan terus berulang dan secara impulsif memikirkan kapan pelaku akan berhenti melakukan perundungan. Satu hal yang perlu digaris bawahi dari peristiwa perundungan ini adalah, perundungan tidak terjadi antara pelaku dan korban saja, namun selalu melibatkan saksi atau orang yang menyaksikan perundungan tersebut karena pelaku perundungan memerlukan perasaan bahwa dia berkuasa.

Agar dapat membantu guru dan orang tua mengenali apa itu perundungan, batasan perundungan, bagaimana bisa terjadi perundungan, jenis perundungan, dampak dari perundungan dan bagaimana strategi penanganan bagi korban dan pelaku perundungan diperlukan berbagai usaha penyebaran informasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah perundungan itu sendiri. Salah satunya dengan memberikan edukasi kepada seluruh elemen dalam sekolah untuk mengetahui karakteristik masalah perundungan tersebut.

Gejala anak yang menjadi korban perundungan yang mudah terlihat oleh orang tua di antaranya: enggan ke sekolah, anak tiba-tiba berubah menjadi pendiam, pemurung dan mudah tersinggung, anak enggan menceritakan pengalamannya di sekolah, prestasi menurun, sering mengalami luka, baju robek, hilang barang atau uang dan tidak bisa menjelaskan penyebabnya, berubah menjadi pencemas dan kadang kesulitan tidur. Apabila orang tua atau guru melihat anak menunjukkan beberapa gejala tersebut, sebaiknya orang tua atau guru segera mencari tahu apa yang menyebabkan hal tersebut untuk menggali apakah anak mengalami perundungan di sekolah.

Salah satu masalah yang kemudian muncul karena terjadi perundungan adalah bagaimana caranya membantu korban perundungan dan bagaimana strategi pencegahan terjadinya perundungan. Hal tersebut tentu saja membutuhkan kerja sama semua pihak, yaitu semua elemen sekolah dan keluarga.

Salah satu cara penanganan yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah adalah dengan membeli penyuluhan, membuat budaya sekolah yang ramah dan prososial juga menyedialakan layanan konseling untuk murid-muridnya. Layanan konseling bisa dilakukan oleh guru-guru yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu yang menumbuhkan keterampilan yang dibutuhkan dalam konseling.