Doktor UI Kaji Pembentukan dan Kecenderungan Tindakan Kebencian Berbasis Kelompok

Depok, 18 Januari 2024. Dalam konteks konflik antar kelompok, timbulnya kebencian dipandang sebagai emosi yang paling merusak, karena mampu memicu dan memperburuk konflik, mengakibatkan intoleransi politik, dan mengurangi dukungan untuk penyelesaian konflik. Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat penanganan 3.640 kasus ujaran kebencian berbasis etnis, ras, agama, dan afiliasi antarkelompok di ranah digital antara tahun 2018 hingga 2021. Meskipun demikian, penelitian tentang kebencian dari perspektif psikologis, masih terbatas, dan lebih sering dikaji dari perspektif sosiologi, hukum, dan komunikasi yang menggunakan terminologi hate crime dan hate speech.

Diantara penelitian psikologi tentang kebencian yang terbatas tersebut, terutama dilakukan dalam konteks konflik yang sulit diatasi (intractable conflict), seperti konflik Palestina-Israel, dan berfokus pada akibat kebencian. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil sisi yang berbeda, yaitu mengetahui pembentukan dan kecenderungan tindakan akibat kebencian berbasis kelompok dalam konteks konflik laten, dengan mengadopsi kerangka teori emosi antarkelompok (TEA). Kategorisasi diri terhadap kelompok (ingroup) dianggap dapat memengaruhi persepsi adanya ancaman dari kelompok lain, yang selanjutnya dapat membentuk kebencian terhadap kelompok tersebut.

Yuni Nurhamida, Mahasiswi Program Studi Psikologi Program Doktor, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengkaji topik tersebut dalam disertasinya dengan judul Pembentukan dan Kecenderungan Tindakan Kebencian Berbasis Kelompok: Peran Kategorisasi Diri dan Persepsi Ancaman. Metode penelitian yang digunakan terutama bersifat kuantitatif, dengan metode kualitatif sebagai pelengkap. Sebagai konteks penelitian,  ditetapkan konflik Muslim dan PKI, Muslim-Kristiani, dan Pribumi-Non Pribumi. Hasil dari studi 1a menunjukkan bahwa persepsi ancaman realistik dan simbolik berperan sebagai mediator dalam pengaruh kategorisasi diri sebagai Muslim terhadap kebencian pada PKI.  Studi 1b menunjukkan kategorisasi diri sebagai Muslim akan menyebabkan perasaan terancam secara politik dan ekonomi oleh umat  Kristen, dan menimbulkan kebencian. Sedangkan kategorisasi diri sebagai non pribumi, tidak menyebabkan perasaan terancam dan tidak membentuk kebencian pada Etnis Tionghoa. Studi kedua menunjukkan bahwa kebencian terhadap PKI  memengaruhi penolakan terhadap rekonsiliasi dan kebijakan diskriminatif terhadap kelompok tersebut. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa kebencian Umat Islam pada Umat Kristen memiliki konsekuensi Intoleransi Beragama dan pengucilan sosial, sedangkan kebencian pada kelompok Tionghoa menyebabkan dukungan pada kebijakan diskriminasi dan pengucilan sosial.

Dalam penelitiannya. Yuni menyimpulkan “Kebencian berbasis kelompok tidak terjadi secara langsung akibat kategorisasi diri, melainkan melalui mediasi persepsi ancaman realistik dan simbolik terhadap kelompok tertentu, sesuai dengan sejarah konflik yang masih dipelihara narasinya hingga kini. Khususnya, kategorisasi diri terhadap identitas keagamaan, dalam hal ini Muslim, mempengaruhi persepsi ancaman dan selanjutnya membentuk kebencian terhadap kelompok lain”,ungkapnya. Selain itu, penelitian ini merekomendasikan kelanjutan penelitian dengan fokus pada kelompok-kelompok lain di Indonesia yang pernah mengalami konflik. Untuk mengurangi kebencian, hasil riset ini menyarankan penyebaran narasi positif tentang hubungan koeksistensi antarkelompok di Indonesia,  dan lebih mengedepankan identitas kebangsaan daripada identitas agama.

Sidang promosi doktor tersebut dilaksanakan di ruang Auditorium gedung H lantai 4 Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (18/01). Sidang ini diketuai Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog dengan Promotor Prof. Dr. Hamdi Muluk, M,Si, Psikolog dan Kopromotor Dr. Mirra Noor Milla, M.Si. Tim penguji terdiri dari Prof. Dr. M. Enoch Markum; Dianti  Kusumawardhani, Ph.D; Dr. Phil. Idhamsyah Eka Putra, M.Si.; Ali Mashuri, Ph.D; Dr. Joevarian Hudiyana.