Forum Kebangsaan UI : NKRI Sebagai Basis Kesatuan Ekonomi Dalam Menghadapi Ketidakpastian Global

Forum Kebangsaan Universitas Indonesia (UI) kembali menggelar kegiatan yang kali ini mengangkat tema “NKRI sebagai basis Kesatuan Ekonomi dalam Menghadapi Ketidakpastian Global”. Sejumlah pakar UI menjadi narasumber diantaranya Prof. Hikmahanto Juwana (pakar Hukum Internasional) ; Prof. Hamdi Muluk (pakar Psikologi Politik) ; Dr.Febrio Kacaribu (pakar Makro Ekonomi) serta Julian Aldrin Pasha selaku moderator.

Forum Diskusi ilmiah ini digelar pada Senin (24/6) di Balai Sidang UI Depok yang dihadiri oleh ratusan peserta yang merupakan sivitas akademika UI, perwakilan organisasi kemasyarakatan agama di Indonesia, serta masyarakat umum. Wakil Presiden Indonesia ke-6 Try Sutrisno, Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI yang juga Koordinator Forum Kebangsaan UI Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, Ph.D hadir dalam kegiatan tersebut.

Sejumlah topik yang diangkat yaitu “Posisi NKRI dalam menghadapi Adidaya Dunia” ; “Pola Pikir dan Pola Sikap SDM Indonesia dalam menghadapi persaingan Global di Era Digital” ; “NKRI sebagai kesatuan ekonomi dalam pentas Dunia.”

Forum kebangsaan adalah sebuah forum yang diinisiasi UI untuk menanggapi isu-isu permasalahan bangsa seperti dinamika politik, daya saing ekonomi, dan kebhinekaan. Forum Kebangsaan UI diharapkan dapat menjadi “etalase” think tank UI yang mengedepankan kaidah-kaidah akademis, sebagai bentuk sumbangsih pemikiran dalam upaya bersama di dalam peningkatan kualitas Sikap dan Tindakan dari SDM Bangsa Indonesia. Forum Kebangsaan UI diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada acara Dies Natalis ke-68 UI yang berlangsung pada 2 Februari 2018.

Berikut adalah ringkasan gagasan dari para narasumber :

“Posisi NKRI Dalam Menghadapai Adidaya Dunia”

Prof. Hikmahanto Juwana (Guru Besar Hukum Internasional UI)

Dalam tiga dekade terakhir telah terjadi perubahan geopolitik dunia yang signifikan. Konflik yang terjadi antar negara tidak lagi berasal dari perebutan wilayah atau perebutan ideologi (Barat dan Timur). Saat ini dan ke depan adalah perebutan pasar dan tempat berproduksi, dengan tujuan untuk memastikan dan menjamin kemakmuran di negerinya sendiri, dan bukan lagi dunia.

Oleh karenanya berbagai elemen yang dimiliki oleh suatu negara, termasuk kekuatan finansial dan penggunaan kekerasan, dimanfaatkan. Ini yang dilakukan oleh negara-negara besar yang memiliki banyak pelaku usaha yang tangguh dan tempat berproduksi, seperti Amerika Serikat, China, Jepang dan Korea Selatan.

Dalam menghadapi situasi seperti ini banyak negara, termasuk yang ada di Eropa, mengambil langkah integrasi, yang dilakukan didasarkan pada ancaman yang sangat akut yaitu pasar dan tempat berproduksi. Integrasi ini yang menghasilkan Uni Eropa, dimana bukannya tidak mungkin Uni Eropa akan berevolusi menjadi The United States of Europe.

Menghadapi fenomena geopolitik seperti ini, bagaimana Indonesia harus bersikap? Tidak ada kata lain selain harus menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara. Secara geopolitik, Indonesia tidak boleh pecah karena perbedaan-perbedaan internal. Tantangan yang muncul dari perebutan pasar dan tempat berproduksi harus disikapi dengan menjaga dan merawat NKRI.

“Pola Pikir Dan Pola Sikap SDM Indonesia Dalam Menghadapai Persaingan Global Di Era Digital”

Prof. Hamdi Muluk (Guru Besar Psikologi Politik UI)

Persaingan Global di era digital atau di era revolusi industri 4.0 menghasilkan kesimpulan bahwa bangsa yang bisa survive hanyalah bangsa yang solid secara internal (dalam negeri), dan yang mampu beradaptasi secara cepat terhadap perkembangan dunia global saat ini.

Memetakan soliditas internal Indonesia di seluruh matra kebangsaan (Ideologi-spritual dan fisikal-material) adalah suatu keniscayaan: memetakan kekuatan, kelemahan, tantangan, peluang dan kesempatan. Lebih khusus lagi, titik fokus adalah pada pemetaan pola pikir dan pola sikap manusia Indonesia (SDM) untuk sanggup bersaing di era revolusi industri 4.0.

Secara keseluruhan untuk maju, tentu saja diperlukan modal ekonomi (economic capital), modal institusional (institutional capital), modal sosial (social capital), modal budaya (cultural capital), dan modal psikologis (psychological capital).

Namun tanpa mengesampingkan modal ekonomi, institusi, maka tampaknya tindakan terencana untuk memperkuat basis modal sosial, modal budaya, dan modal psikologis dalam sebuah disain yang komprehensif semacam “Neo-Revolusi mental” adalah proyek strategis Indonesia paling tidak untuk 20 – 30 tahun ke depan.

Mengubah secara terencana pola pikir, sikap-sikap mental dan perilaku Manusia Indonesia (baca : SDM Indonesia) adalah sesuatu yang tidak dapat lagi dielakkan. Perlu desain yang komprehensif untuk menjadikan Manusia Indonesia yang mempunyai etos Integritas, kerja keras dan semangat Nasionalisme untuk menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0.

Usaha-usaha untuk mempercepat basis penguasaan keterampilan-keterampilan (skills) seperti : System skills, Cognitive abilites, Complex problem solving, Process skilss, dan social skills perlu mendapat prioritas.

“NKRI Sebagai Kesatuan Ekonomi Dalam Pentas Dunia”

Dr. Febrio Kacaribu (Kepala Kajian Makro LPEM FEB UI)

 Indonesia adalah negara dengan perekonomian sangat besar; masuk dalam $1 trillion club economies sejak 2017. Saat ini, hanya ada 16 negara di dunia yang memiliki nilai perekonomian di atas $1 triliun. Dalam 20 tahun terakhir, sejak krisis Asia 1997-1998, di tengah perekonomian dunia yang sangat tidak stabil dan pertumbuhan ekonomi global yang terus melambat, perekonomian Indonesia tetap bisa tumbuh, secara rata-rata, 5,2% per tahun.

Dalam periode yang sama, rata-rata pertumbuhan perekonomian global hanya 2,9% per tahun. Di antara 16 perekonomian terbesar, dalam 20 tahun terakhir, hanya ada tiga negara yang perekonomiannya selalu tumbuh di atas pertumbuhan GDP dunia: Tiongkok, India, dan Indonesia.

Perekonomian Indonesia dalam 10 tahun ke depan kami proyeksikan akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 5,3-5,6% per tahun. Ini pun akan jauh di atas rata-rata potensi pertumbuhan dunia yang diproyeksikan oleh IMF tumbuh sekitar 3,6% per tahun. Sepuluh tahun lagi, peluangnya sangat besar bagi perekonomian Indonesia untuk naik ke posisi nomor 10 ekonomi terbesar di dunia. Perekonomian yang semakin besar ini akan dibarengi peluang yang semakin besar bagi bangsa Indonesia untuk tampil dan berperan di kancah politik global.

Di periode 2020-2035 jumlah penduduk usia kerja, yaitu pelaku ekonomi, akan lebih dari dua kali lipat dari jumlah penduduk yang tidak bekerja. Kurun waktu ini disebut periode bonus demografi. Angkatan kerja kita akan semakin didominasi oleh millenial dan Gen Z.

Kelompok ini secara umum lebih resourceful, kreatif, dan produktif dibandingkan generasi pendahulunya. Mereka cenderung lebih menghargai kinerja dan kurang tertarik dengan retorika. Dengan peluang bonus demografi yang sangat berharga ini, memastikan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh maksimal selama periode ini merupakan suatu urgensi.

Namun Indonesia juga menghadapi tantangan, yaitu tantangan pertama adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Pertumbuhan produktifitas tenaga kerja kita cenderung stagnan; sektor manufaktur yang paling parah.

Saat ini, lebih dari setengah tenaga kerja kita hanya lulus sekolah dasar. Di sisi lain, kurikulum pendidikan tingkat lanjutan maupun tingkat setelah SMA harus segera direvisi sesuai dengan perkembangan kebutuhan industri 4.0.

Tantangan utama lainnya adalah masih belum optimalnya pencapaian kita pada indeks kemudahan berusaha. Hal ini akan bisa dibenahi apabila reformasi birokrasi pemerintah dilakukan dengan lebih cepat, substantif, dan berorientasi hasil / kinerja.

Tantangan berikutnya terkait persistensi dari defisit neraca transaksi berjalan yang terutama disebabkan oleh masih belum bertambahnya peranan non-komoditas dalam keranjang ekspor kita. Insentif fiskal untuk investasi yang berorientasi ekspor dan yang memproduksi barang input dan barang modal harus lebih banyak dan tepat sasaran.

Perang dagang yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, yang keduanya termasuk dalam tujuan ekspor utama kita selama ini, semakin memperburuk keadaan keseimbangan eksternal kita.

Daya penetrasi kita ke pasar-pasar baru harus segera digenjot, dan kita harus siap menghadapinya secara strategis jangka panjang. Di samping hubungan dagang dan investasi, kita harus lebih aktif menjalin hubungan politik dengan banyak negara secara strategis.

Menghadapi tantangan-tantangan yang mendesak di atas, sangat krusial adanya kesatuan derap langkah dan semangat juang dari masyarakat bersama para pemimpin kita. Indonesia terbukti berhasil selamat dari banyak guncangan dalam 20 puluh tahun terakhir dan bahkan membawa Indonesia menjadi salah satu dari 16 Negara dengan perekonomian terbesar.

Sumber: ui.ac.id

(Md)