Emosi Moral dan Identitas Moral Berperankah dalam Kecurangan Akademik Mahasiswa?

Fenomena kecurangan akademik merupakan topik hangat yang terus diselidiki  dan merupakan kenyataan yang terjadi di lingkungan akademik. Penelitian ini menjelaskan bagaimana emosi malu, emosi bersalah dan emosi bangga hubris berpengaruh terhadap kecurangan akademik pada mahasiswa dan apakah identitas moral berperan sebagai moderator pengaruh antara emosi malu, emosi bersalah dan emosi bangga hubris terhadap kecurangan akademik pada mahasiswa.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan subyek mahasiswa UI semester 2 hingga 8. Sebagai upaya lebih mendalami hasil dari metode eksperimen, dilakukan diskusi kelompok terfokus. Penelitian membuktikan bahwa emosi bersalah memiliki pengaruh terhadap kecurangan akademik. Emosi bersalah merupakan emosi yang muncul dari nilai-nilai yang telah terinternalisasi mengenai benar dan salah dalam diri individu. Emosi bersalah adalah emosi yang dapat memberikan efek tidak menyenangkan bagi yang merasakannya. Mahasiswa yang merasakan emosi bersalah akan menghindari kecurangan akademik karena memberikan efek tidak menyenangkan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa emosi bersalah yang dimoderasi identitas moral tidak menguatkan kecurangan akademik pada mahasiswa. Ketika hendak melakukan kecurangan akademik, mahasiswa akan memikirkan akibat tindakannya bagi mahasiswa lain. Mahasiswa lain akan dirugikan karena mereka sudah berusaha belajar, namun kemungkinan nilainya tidak lebih baik dari mahasiswa yang menyontek. Hal ini menimbulkan emosi negatif bagi mahasiswa yang menyontek, maka agar muncul emosi yang menyenangkan, mahasiswa tidak melakukan kecurangan akademik. Tingkatan tertinggi integrasi moral dalam diri seseorang akan tercapai ketika pemahaman moral dan kepeduliannya menjadi satu dengan kesadaran seseorang atas identitasnya.  Ketika nilai-nilai moral terintegrasi dalam diri seseorang maka tujuan-tujuan moral akan menjadi realisasi dari tujuan personal.

Nilai-nilai tentang kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan penghargaan terhadap usaha sendiri yang sudah terinternalisasi akan terpicu ketika mahasiswa dihadapkan pada situasi yang membutuhkan pertimbangan moral. Rasa bersalah semakin kuat berfungsi ketika mahasiswa memiliki identitas moral yang kuat. Mahasiswa akan semakin kuat untuk tidak melakukan kecurangan, karena ingin secara konsisten menampilkan diri sebagai orang yang bermoral. Oleh karena itu, para orangtua perlu  menanamkan sejak dini nilai-nilai kepedulian, kejujuran, keadilan dan tanggung jawab pada anak-anaknya, demikian pula pendidik kepada peserta didik. Anak perlu diasah sedari dini berempati, agar kelak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, sehingga juga diharapkan kelak tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain.

Hasil Penelitian di atas dipaparkan oleh Eva Septiana, dengan judul disertasi “Mekanisme Emosi Moral dan Identitas Moral Berperankah dalam Kecurangan Akademik Mahasiswa?”,  dalam sidang terbuka Promosi Doktor yang berlangsung Jum’at, 6 Juli 2018 bertempat di Ruang Auditorium Gd. H Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Bertindak sebagai Ketua Sidang, yakni Prof. Dr. Guritnaningsih ;Ketua Penguji Prof. Sri Hartati R. Suradijono, MA., Ph.D dengan anggota Tim Penguji Prof. Dr. Ali Nina Liche Seniati, M.Si., Psikolog ; Dra. Clara R.P. Ajisukmo, MA.,Ph.D; Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi; Dra. Farida Kurniawati, Sp.Ed., Ph.D; Sri Tiatr, M.Si.,Ph.D.,Psi; Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A.(Promotor); Dr. Lucia Retno Mursitolaksmi, M.Si., M.Sp.Ed.(Ko-Promotor );

Setelah mempertahankan disertasinya, Tim Penguji memutuskan mengangkat Eva Septiana sebagai Doktor ke-142 yang dihasilkan oleh Program Studi Ilmu Psikologi jenjang Doktor FPsi UI, dan merupakan Doktor ke-100 yang lulus setelah Program studi ilmu Psikologi jenjang Doktor dikembalikan ke Fakultas Psikologi UI, dengan predikat sangat memuaskan.