DEPOK, 31 Juli 2025 – Anisia Kumala Masyhadi berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Kekerasan Suami pada Istri, Ideologi Gender dan Pencarian Signifikansi Diri: Memahami Psikologi Pelaku dan Non Pelaku pada Individu dari Komunitas Keagamaan” dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Kamis (24/07/2025) lalu. Penelitian ini, yang diPromotori oleh Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, M.Hum., Psikolog dan KoPromotor Prof. Dr. Mirra Noor Milla, S.Sos., M.Si., mengungkap temuan mengenai akar kekerasan terhadap istri, khususnya di kalangan individu yang aktif dalam komunitas keagamaan.
Disertasi ini menyoroti bahwa pandangan gender tradisional yang hierarkis dan kebutuhan yang keliru akan dominasi demi “harga diri” adalah pendorong utama perilaku kekerasan suami. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan isu global yang mengkhawatirkan dan seringkali tersembunyi, bahkan dalam lingkungan keagamaan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dinamika di balik kekerasan ini, menggali bagaimana keyakinan agama dan psikologi individu memengaruhinya, serta membandingkan pelaku dan non-pelaku.
Melalui pendekatan kualitatif dengan studi kasus, Anisia melibatkan sembilan pelaku kekerasan dan lima non-pelaku, semuanya adalah individu yang terlibat dalam komunitas keagamaan. Wawancara mendalam mengungkapkan perbedaan mencolok:
- Pelaku Kekerasan: Mereka cenderung menganut ideologi gender tradisional yang meyakini suami sebagai pemimpin mutlak dan istri harus patuh tanpa syarat. Ketidakpatuhan istri seringkali dianggap sebagai ancaman serius terhadap harga diri suami, yang memicu kondisi “ketidakseimbangan motivasi” (motivational imbalance). Dalam kondisi ini, kebutuhan untuk mempertahankan atau merebut kembali dominasi diri menjadi prioritas utama, mengesampingkan kesehatan hubungan. Kekerasan kemudian dipandang sebagai alat untuk mengembalikan kendali, bahkan dibenarkan dengan interpretasi literal ayat-ayat Al-Qur’an tertentu.
- Non-Pelaku Kekerasan: Sebaliknya, kelompok ini mengadopsi ideologi gender yang lebih egaliter, menekankan kesalingan, komunikasi, dan kolaborasi dalam pernikahan. Bagi mereka, rumah tangga adalah kemitraan yang setara. Signifikansi diri tidak dicari melalui dominasi, melainkan melalui koneksi emosional yang sehat, penghargaan, dan kerja sama. Mereka menunjukkan “keseimbangan motivasi” (motivational balance), sehingga lebih mampu menyelesaikan konflik melalui dialog tanpa merasa terancam.
“Temuan menunjukkan bahwa perbedaan dalam ideologi gender dan cara individu mencari makna diri secara fundamental membedakan kelompok pelaku dan non-pelaku kekerasan,” ujar Anisia Kumala Masyhadi. “Pelaku mengaitkan harga diri mereka dengan dominasi dan kontrol, sementara non-pelaku menemukannya dalam hubungan yang setara dan saling mendukung.”
Implikasi dari disertasi ini sangat luas. Ini menegaskan bahwa rumah tangga yang bebas kekerasan dan didasarkan pada kesetaraan adalah hal yang sangat mungkin terwujud. Studi ini merekomendasikan pendekatan yang lebih inklusif terhadap ajaran agama dan peran gender dalam masyarakat untuk membantu mengurangi kekerasan dalam rumah tangga dan mempromosikan pemahaman yang lebih progresif tentang peran perempuan. Narasi dari non-pelaku memberikan teladan nyata untuk membangun keluarga yang harmonis dan bebas kekerasan, terutama dalam konteks sosial budaya yang masih cenderung patriarkal.
Sidang Promosi Doktor ini diketuai oleh Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog. Tim penguji terdiri dari Dr. Adriana Soekandar Ginanjar, M.S., Psikolog; Prof. Dra. Siti Syamsiyatun, M.A., Ph.D.; Prof. Elli Nur Hayati., M.PH., Ph.D., Psikolog; Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi., Psikolog; dan Dr. Rizka Halida, S.Psi., M.Si.