Sunu Bagaskara Kaji Pengaruh Trait Driving Anger dan State Marah terhadap Perilaku Mengemudi Berisiko dan Peran Sikap Pro Risiko Sebagai Mediator

Sunu Bagaskara Kaji Pengaruh Trait Driving Anger dan State Marah terhadap Perilaku Mengemudi Berisiko dan Peran Sikap Pro Risiko Sebagai Mediator 

Depok– Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menggelar sidang terbuka Promosi Doktor atas nama Sunu Bagaskara, di Ruang Auditorium Gd. H F.Psi, Rabu (03/07/2019).

Sidang Promosi Doktor ini diketuai oleh Dr .Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A., Psikolog, dengan promotor Prof. Dr. Guritnaningsih, Psikolog, Kopromotor1 Prof. Ir. Leksmono Suryo Putranto, M.T., Ph.D, Kopromotor2 Dra. Amarina Ashar Ariyanto, M.Si., Ph.D., Psikolog, Selaku tim penguji Prof. Dr. Ali Nina Liche Seniati, M.Si., Psikolog (Ketua Penguji), Prof. Dr. Suprapti Sumarmo Markam, Psikolog, Dr. Engelina Bonang, Psikolog, Drs. Harry Susianto, Ph.D., Psikolog, Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog.

Disertasi yang diangkat oleh Promovendus, berjudul Pengaruh Trait Driving Anger dan State Marah terhadap Perilaku Mengemudi Berisiko dan Peran Sikap Pro Risiko Sebagai Mediator. Penelitian ini dilatarbelakangi terkait situasi pengguna kendaraan di Indonesia, dimana kasus kecelakaan lalu-lintas menjadi penyebab kematian bagi hampir 17.000 orang dan mencederai lebih dari 66.000 orang lainnya per tahun. Tren ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar korban kecelakaan lalu-lintas yang terjadi di Indonesia adalah pengendara maupun penumpang kendaraan bermotor roda dua. Angka ini  mengundang perhatian khusus dari sejumlah pihak yang terkait dengan kebijakan transportasi dan juga masyarakat umum pengguna jalan.

Perilaku pengguna jalan dapat menjelaskan lebih banyak varians dari kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor kendaraan, jalan, atau lingkungan. Studi terdahulu menemukan sekitar 74% kecelakaan terjadi karena kesalahan atau pelanggaran dari pengemudi. Perilaku mengemudi ini dapat disebut sebagai “perilaku mengemudi yang berisiko”. Perilaku mengemudi berisiko ini merupakan faktor penting yang mengancam keselamatan di jalan raya. Sampai saat ini, perilaku mengemudi berisiko belum menerima perhatian yang memuaskan dalam studi tentang dampak perilaku mengemudi berisiko.

Peran emosi dalam performa mengemudi mulai mendapat perhatian khusus dalam studi mengenai perilaku mengemudi dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini mengingat bahwa pengalaman emosional, terutama marah, memiliki hubungan dengan perilaku mengemudi berisiko, yang merupakan salah satu penyebab utama kecelakaan. Meskipun demikian, hingga saat ini pendekatan sistematis tentang mengenai kaitan antara emosi dengan perilaku mengemudi belum banyak berkembang. Sebagian besar model yang menjelaskan perilaku mengemudi lebih berfokus pada aspek-aspek kognitif dari pengemudi. Variabel-variabel emosi dalam penjelasan mengenai perilaku mengemudi masih dianggap sebagai faktor yang kurang penting atau hanya sebagai penjelasan tambahan dari model yang dikembangkan.

Melalui pendekatan afek heuristik dan appraisal tendency framework, penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara emosi marah (disposisional/trait dan situasional/state) dengan memperhitungkan peran sikap pro risiko sebagai mediator. Penelitian ini terdiri dari dua studi. Studi pertama meggunakan metode survei yang melibatkan 202 pengemudi mobil, sedangkan studi kedua menggunakan metode eksperimental terhadap 100 pengemudi berusia 19-25 tahun.

Analisis hasil Studi 1 menunjukkan korelasi yang positif antara trait driving anger (kecenderungan untuk merasa marah saat mengemudi) dan perilaku mengemudi berisiko. Artinya, semakin seorang pengemudi memiliki kecenderungan mudah marah saat mengemudi, semakin tinggi kemungkinannya melakukan perilaku mengemudi berisiko, seperti mengebut, menerobos lampu lalu-lintas, dan mendahului dari lajur kiri. Selain itu, ditemukan bahwa semakin tinggi trait driving anger pengemudi, semakin tinggi pula sikap positifnya terhadap perilaku-perilaku mengemudi berisiko. Dengan kata lain, pengemudi yang mudah marah cenderung menilai bahwa perilaku mengemudi berisiko sebagai sesuatu yang positif. Penilaian positif ini yang kemudian mendorong pengemudi untuk menampilkan perilaku mengemudi yang berisiko.

Sementara itu, hasil analisis Studi 2 menunjukkan bahwa pengemudi yang emosi marahnya dibangkitkan menampilkan perilaku mengemudi yang berisiko, dalam hal ini mengemudi di atas batas kecepatan, menerobos lampu lalu-lintas, dan melanggar marka jalan. Tidak hanya itu, pengemudi yang merasakan emosi marah juga menampilkan kesetujuan yang lebih tinggi terhadap perilaku mengemudi berisiko. Secara lebih spesifik, analisis mediasi menunjukkan bahwa dorongan untuk melakukan perilaku mengemudi berisiko muncul karena pengemudi saat mengalami emosi marah cenderung menilai bahwa perilaku berisiko merupakan sesuatu hal yang positif. Pengaruh-pengaruh pengalaman emosi marah terhadap perilaku mengemudi tersebut terjadi terlepas dari trait driving anger yang dimiliki oleh pengemudi. Dengan kata lain, setiap pengemudi, baik yang pemarah ataupun yang tidak pemarah, cukup rentan terhadap dampak negatif dari munculnya emosi marah saat mengemudi.

Hasil kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa emosi marah, baik yang bersifat menetap (trait) maupun situasional (state) memengaruhi munculnya perilaku mengemudi berisiko. Secara lebih spesifik, pengemudi dengan trait driving anger tinggi dan pengemudi yang merasakan pengalaman emosi marah menunjukkan perilaku mengemudi berisiko yang lebih sering. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa pengaruh state marah terhadap perilaku mengemudi berisiko terjadi secara independen dari peran trait driving anger. Artinya, situasi yang membangkitkan state marah pengemudi mampu meningkatkan munculnya perilaku mengemudi berisiko, terlepas dari tingkat trait driving anger yang dimiliki pengemudi. Analisis mediasi menemukan bahwa hubungan antara emosi marah dan perilaku berisiko tersebut dimediasi oleh sikap positif terhadap risiko. Dengan kata lain, pengemudi yang pemarah ataupun dalam keadaan marah cenderung membentuk sikap yang positif terhadap perilaku mengemudi berisiko, yang pada akhirnya mendorongnya untuk menampilkan perilaku mengemudi berisiko.

Temuan berimplikasi pada pentingnya pemahaman dan pengelolaan dampak emosi marah terhadap keselamatan berlalu-lintas. Sejumlah intervensi perlu dikembangkan dalam upaya meminimalisasi dampak negatif dari emosi negatif terhadap performa mengemudi.

Setelah mempertahankan disertasinya, Tim Penguji memutuskan mengangkat Sunu Bagaskara sebagai doktor ke-149 yang dihasilkan oleh Program Studi Ilmu Psikologi jenjang Doktor Fakultas Psikologi UI, dan merupakan Doktor ke-107 yang lulus setelah Program Studi Ilmu Psikologi jenjang Doktor dikembalikan ke Fakultas Psikologi UI dengan predikat Sangat Memuaskan. (Md)