Depok, 11 Agustus 2025. Sebuah penelitian disertasi menunjukkan pentingnya peran fleksibilitas
kognitif dalam menjelaskan bagaimana kelompok dewasa muda berusia 18-25 tahun atau dikenal
dengan emerging adults tetap mampu melakukan koping adaptif.
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (UI), Stephanie Yuanita Indrasari, S.Psi., M.Psi. Psikolog, menunjukkan bahwa efek buruk
stres menjadi lebih berkurang dengan adanya fleksibilitas kognitif, sehingga kelompok emerging adults
mampu melakukan koping adaptif.
Emerging adults pada rentang usia 18-25 tahun menghadapi fase transisi yang kompleks, sehingga
kehidupan mereka penuh dengan kondisi yang tidak stabil dan tidak pasti. Hal itu membuat sebagian
besar emerging adults menjadi rentan terhadap stres.
Penelitian yang dilakukan oleh dosen tetap Fakultas Psikologi UI itu bertujuan untuk menguji model
teoritis mengenai hubungan stres dengan koping adaptif melalui mekanisme mediasi fleksibilitas
kognitif dan moderator-mediasi openness dan extraversion. Penelitian tersebut dilakukan dengan
menggunakan explanatory sequential mixed design, sehingga terdiri atas dua studi, yaitu kuantitatif
dan kualitatif.
Dalam studi kuantitatif, Stephanie Yuanita Indrasari melibatkan 512 peserta untuk mengisi kuesioner
Coping Orientation to Problems Experienced (COPE), Kuesioner Kesehatan Umum (KKU), Cognitive
Flexibility Inventory (CFI), Big Five Inventory (BFI) dimensi openness dan extraversion, serta Positive
Affect Negative Affect Scale (PANAS; untuk menguji validitas konvergen konstruk stres).
Berdasarkan hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), fleksibilitas kognitif (dengan dimensi
kontrol dan alternatif) terbukti berperan memediasi stres dan coping adaptif (β = -0.343, p < 0.001).
Dalam hal ini, stres yang tinggi berhubungan dengan tingkat fleksibilitas kognitif yang rendah (β =
0.474, p < 0.001). Walaupun demikian, fleksibilitas kognitif yang tinggi berhubungan dengan tingkat
koping adaptif yang tinggi (β = 0.724, p < 0.001). Lebih lanjut, openness (p = 0.286) dan extraversion (p
= 0.951) tidak berperan memperkuat maupun memperlemah fleksibilitas kognitif dalam memediasi
hubungan stres dan koping adaptif.
Sementara itu, studi kualitatif penelitian tersebut melibatkan sembilan peserta yang diwawancarai
untuk lebih menjelaskan bagaimana koping adaptif pada emerging adults bekerja ketika mereka sedang
mengatasi situasi atau kondisi yang dinilai sebagai stres.
Berdasarkan hasil wawancara, setiap individu mengalami situasi yang volatile, unexpected, complex,
dan ambiguous (VUCA) pada konteks yang beragam. Walaupun demikian, individu memberikan
penilaian yang berbeda terhadap situasi VUCA yang mereka hadapi. Hal itu menyebabkan perbedaan
strategi koping yang digunakan sebagai upaya penyelesaian masalah dan dipengaruhi oleh kemampuan
fleksibilitas kognitif.
Penelitian yang dipromotori oleh Prof. Sri Hartati R. Suradijono, M.A., Ph.D., Psikolog dan
kopromotor Dr. Lucia R.M. Royanto, M.Si., M.Sp.Ed., Psikolog itu menemukan adanya lima tipologi
mekanisme fleksibilitas kognitif individu yang dibentuk berdasarkan kombinasi tingkat dimensi
alternatif dan dimensi kontrol yang muncul ketika individu melakukan coping pada situasi stres. Lima
tipe tersebut adalah adaptive loopers, confirmation seeker, validation reliant, habitual ruminator, dan
confident rigid.
Implikasi dari penelitian itu adalah pengembangan intervensi fleksibilitas kognitif bagi para psikolog
dan tenaga profesional kesehatan mental, yang menekankan kepada kelompok emerging adults untuk
lebih mampu memiliki dimensi kontrol dengan efikasi diri yang baik dan dimensi alternatif untuk
lebih memahami masalah dari berbagai perspektif, sehingga dapat membantu menciptakan beragam
alternatif solusi.
Nomor: PENG-252/UN2.HIP/HMI.03/2025
SIARAN PERS