Mengenal Gentle Parenting, Pola Asuh yang Kuatkan Orangtua dan Anak

BELAKANGAN ini, konsep gentle parenting semakin populer di kalangan Orangtua muda. Banyak yang tertarik dengan pendekatan ini karena dinilai lebih lembut dan menghargai perasaan anak. 

Di media sosial, kita sering melihat diskusi tentang bagaimana gentle parenting bisa membangun hubungan yang lebih positif antara orangtua dan anak. Namun, di sisi lain, ada juga yang salah paham dan menganggap metode ini terlalu membebaskan anak atau bahkan memanjakannya. Jadi, sebenarnya, apa itu gentle parenting?

Gentle parenting adalah pendekatan berfokus pada bagaimana orangtua bisa memahami emosi anak dan membimbingnya tanpa menggunakan ancaman atau hukuman keras. Meskipun sering disalahartikan sebagai pola asuh yang terlalu permisif, gentle parenting sebenarnya lebih dekat dengan gaya pengasuhan autoritatif. 

Anak diberikan kebebasan dalam batas tertentu, namun tetap mendapatkan bimbingan dan aturan yang jelas agar mereka bisa berkembang dengan baik. Orangtua pun lebih sabar dan komunikatif dalam membimbing anak.

Empat Komponen Utama Gentle Parenting
1. Empati: Memahami perasaan dan perspektif anak, serta merespons dengan kasih sayang.
2. Rasa Hormat: Menghargai anak sebagai individu yang memiliki hak dan pendapat sendiri.
3. Pemahaman: Mengenali kebutuhan dan keinginan anak, serta mencari tahu alasan di balik perilaku mereka.
4. Batasan yang Jelas: Menetapkan aturan dan ekspektasi yang konsisten tanpa menggunakan ancaman atau hukuman yang keras.

5 Tips Sederhana untuk Menerapkan Gentle Parenting

1. Pisahkan Perilaku dari Anak
Saat anak melakukan kesalahan, hindari memberi label seperti “nakal” atau “cengeng.” Sebaliknya, fokuslah pada perilakunya. 

Misalnya, alih-alih berkata “Kamu anak yang tidak sopan!”, cobalah mengatakan “Kata-kata itu bisa menyakiti orang lain. Yuk, kita coba berbicara dengan lebih baik.”

2. Tetapkan Batasan yang Jelas dan Konsisten

Gentle parenting bukan berarti tidak menetapkan aturan. Justru, anak membutuhkan batasan yang jelas agar lebih memahami apa yang harus mereka lakukan. Bedanya, batasan ini diterapkan dengan empati dan tetap menyesuaikan dengan kondisi.

3. Gunakan Konsekuensi Logis, Bukan Hukuman

Daripada memberikan hukuman yang membuat anak takut, bantu mereka memahami dampak dari tindakan mereka. Contohnya, jika anak menumpahkan susu, ajak mereka membersihkannya bersama. Ini mengajarkan tanggung jawab tanpa perlu memarahi atau membuat anak merasa bersalah.

4. Bangun Koneksi Sebelum Koreksi

Anak akan lebih mudah mendengarkan jika mereka merasa dihargai dan dipahami. Sebelum menegur atau mengoreksi, coba validasi perasaan mereka dulu. Misalnya, “Kamu kecewa, ya, karena tidak bisa pergi ke taman. Tapi di luar sedang hujan, jadi kita harus menunggu sampai besok.”

5. Kelola Emosi sebagai Orangtua

Selayaknya manusia, wajar jika kadang Orangtua juga merasa kesal atau lelah. Namun, gentle parenting mengajarkan bahwa anak mencontoh perilaku Orangtuanya. 

Jadi, sebelum bereaksi, ada baiknya agar Orangtua mengatur emosi terlebih dahulu.

Gentle parenting bukan berarti membiarkan anak melakukan apa saja tanpa batasan. Sebaliknya, pendekatan ini mengajarkan anak untuk memahami emosi mereka, bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan menghormati pendapat lain. Dengan mengedepankan empati, komunikasi, dan konsistensi, Orangtua bisa menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang tanpa harus menggunakan hukuman keras. 

Menerapkan gentle parenting memang butuh kesabaran, tetapi dampak positifnya akan dirasakan oleh keluarga secara keseluruhan.

Penulis: Belinda Adriani Ariyantoputri, S.Psi., Dr. Dyah Triarini Indirasari, MA, Psikolog

Sumber: https://lifestyle.okezone.com/read/2025/06/13/612/3146963/mengenal-gentle-parenting-pola-asuh-yang-kuatkan-orangtua-dan-anak?utm_medium=sosmed&utm_source=whatsapp