Depok– Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menggelar sidang terbuka Promosi Doktor atas nama Airin Yustikarini Saleh, Selasa (06/05/2025) di ruang Auditorium gedung H lantai 4 Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Sidang Promosi Doktor ini diketuai oleh Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog dengan Promotor Prof. Farida Kurniawati, M.SpEd., Ph.D., Psikolog dan Kopromotor Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., Psikolog Tim penguji terdiri dari Prof. Dr. Guritnaningsih, Psikolog; Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A., Psikolog; Dr. Puji Lestari Suharso, M.Psi., Psikolog; Dr. Lucia R.M. Royanto, M.Sp.Ed., Psikolog.
Disertasi yang diangkat Promovendus, yakni “ Peran Kecerdasan Emosi dan Persepsi Mengenai Hubungan Guru-Siswa sebagai Mediator terhadap Pengaruh Nilai Personal dan Teacher Subjective Well-being”. Dalam presentasinya Airin biasa disapa menjelaskan bahwa guru merupakan profesi yang memiliki banyak tuntutan, baik dari sisi kognitif maupun emosional, yang berdampak pada persepsi guru mengenai keberfungsian yang sehat dan sukses dalam pekerjaan (teacher subjective well-being/TSWB). Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana nilai-nilai personal mempengaruhi teacher subjective well-being melalui dua mekanisme mediasi: kecerdasan emosi dan persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran dengan metode sekuensial. Studi pertama merupakan studi kuantitatif melibatkan 724 guru SD yang mengisi alat ukur Teacher subjective well-being Questionnaire (TSWQ-BI), Emotional Intelligence Scale (EIS), Student-Teacher Relationship Scale (STRS), dan Portrait Values Questionnaires (PVQ). Selanjutnya, studi kedua merupakan studi kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap 17 guru SD.
Hasil kuantitatif dengan analisis jalur menggunakan SEM mengonfirmasi bahwa kecerdasan emosi merupakan mediator yang lebih kuat dibandingkan persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa dalam menjembatani pengaruh nilai personal terhadap teacher subjective well-being. Jalur mediasi melalui kecerdasan emosi signifikan (β = 0.31, p < 0.001), lebih tinggi dibandingkan jalur melalui hubungan guru-siswa (β = 0.17, p < 0.01). Hal ini menandakan bahwa faktor intrapsikis seperti kemampuan mengelola emosi memainkan peran lebih besar dibanding relasi interpersonal dalam meningkatkan persepsi kesejahteraan guru.
Hasil penelitian kualitatif juga memperkaya temuan kuantitatif. Guru yang menganggap penting nilai kasih sayang, pembelajaran, dan pengabdian (self-transcendence) cenderung memaknai profesi secara positif dan melaporkan pengalaman kerja yang memuaskan meski dalam keterbatasan. Mereka menggunakan strategi regulasi emosi seperti refleksi diri dan dukungan sosial, serta menggambarkan hubungan guru-siswa sebagai relasi yang positif, hangat dan bermakna. Sebaliknya, guru yang menganggap penting nilai keberhasilan pribadi dan keinginan untuk mendominasi orang lain, walaupun masih menggunakan strategi regulasi emosi, namun menggambarkan hubungan guru siswa sebagai relasi yang kaku atau penuh konflik dengan siswa. Mereka melaporkan pengalaman kerja yang kurang memuaskan.
Penelitian ini menegaskan bahwa nilai personal tidak secara langsung mempengaruhi teacher subjective well-being, namun efeknya bergantung pada proses psikologis (kecerdasan emosi dan persepsi mengenai hubungan guru-siswa). Implikasi dari penelitian ini adalah memperkuat teori Schwarts tentang motivasi nilai dan konsep emotion goals dalam regulasi afektif. Secara praktis, hasil ini mengindikasikan pentingnya intervensi yang menargetkan penguatan nilai prososial dan kecerdasan emosi dalam pelatihan guru, untuk mendukung kesejahteraam kerja yang berkelanjutan. Upaya peningkatan kapasitas psikologis guru menjadi kunci dalam menjaga kualitas pendidikan dan kesehatan mental tenaga pendidik untuk menghadapi tantangan sistem pendidikan Indonesia yang dinamis.