Dear Mahasiswa, Ini 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental di Lingkungan Kampus

JAKARTA – Masalah kesehatan mental menjadi masalah yang paling banyak menjadi perhatian masyarakat di dunia hingga tahun 2023.

Hal itu salah satunya tercermin dalam survei Ipsos Global Health Service Monitor 2023 terhadap 31 negara, termasuk Indonesia, yang menunjukkan bahwa 44% partisipan menyebutkan bahwa masalah kesehatan terbesar yang dihadapi di negara mereka adalah masalah kesehatan mental.

Di Indonesia sendiri, masalah kesehatan mental juga menjadi masalah terbesar yang disebutkan oleh partisipan yang mengisi survei tersebut, yaitu sebesar 38%.

Kesehatan mental sendiri didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai suatu kondisi kesejahteraan mental yang memungkinkan seseorang untuk mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya.

Tidak tercapainya kondisi yang demikian dapat menunjukkan adanya masalah dalam kesehatan mental, seperti adanya depresi, stres, dan kecemasan (Kotera et al., 2022). Salah satu populasi yang rentan mengalami masalah kesehatan mental adalah mahasiswa.

Data yang ada menunjukkan bahwa tingkat masalah kesehatan mental pada mahasiswa di Indonesia relatif cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Astutik dkk. (2020) menemukan bahwa 25% mahasiswa di Indonesia mengalami depresi, 51% mengalami kecemasan, dan 39% mengalami stres.

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. Yang paling umum adalah adanya masalah belajar, seperti beban tugas yang dinilai berat, kekhawatiran terhadap hasil belajar yang buruk, perasaan tertekan dalam menghadapi ujian, kurangnya minat terhadap bidang studi, dan ketidakyakinan terhadap pengetahuan yang dimiliki (Kotera et al., 2022; Luvira et al., 2023).

Adanya tuntutan untuk memiliki prestasi akademik dan kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, seperti dengan teman dan dosen, juga dapat menjadi pemicu masalah Kesehatan mental (Kotera et al., 2022).

Permasalahan kesehatan mental pada mahasiswa bisa mendatangkan berbagai dampak, seperti penurunan prestasi akademik, berkurangnya kepuasan terhadap kehidupan perkuliahan, dan semakin berkurangnya kualitas dalam hubungan dengan orang lain (Ibrahim et al., 2013).

Lebih jauh lagi, masalah kesehatan mental dapat berisiko untuk terjadinya perilaku melukai diri sendiri (self-harm), peningkatan konsumsi alkohol dan pengggunaan zat adiktif, seperti pemikiran untuk bunuh diri (Mason, 2023).

Untuk mencegah terjadinya hal-hal tersebut dan agar mahasiswa tetap sehat mental selama menjalani perkuliahan, yuk terapkan hal berikut ini.

  1. Kelola waktu dengan baik

Beban tugas yang dinilai berat oleh mahasiswa, salah satunya, dapat disebabkan oleh kemampuan mengelola waktu yang kurang baik. Tugas yang menumpuk bisa jadi karena kebiasaan menunda-nunda pengerjaan tugas hingga batas akhir waktu pengumpulan.

Akibatnya, sejumlah tugas harus dikerjakan dalam satu waktu dan dirasa berat. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk membuat timetable dan target penyelesaian tugas. Kerjakan sesegera mungkin begitu tugas diberikan.

Mulailah dari hal-hal mendasar, seperti mencari bahan bacaan, membuat kerangka tulisan, ataupun bertanya jika ada kesulitan. Tentukan skala prioritas, sehingga tugas yang lebih awal dikumpulkan, dikerjakan lebih dulu.

Beri apresiasi pada diri sendiri apabila bisa mengerjakan tugas lebih cepat dari batas waktu pengumpulan, misalnya dengan jajan makanan kesukaan, menonton film, jalan-jalan dengan teman, atau creambath di salon.

  1. Kenali gaya belajar yang sesuai dengan diri kita

Perasaan tidak yakin saat menghadapi ujian dan cemas akan mendapatkan nilai ujian yang buruk dapat muncul saat kita merasa kurang persiapan sebelumnya.

Kurang persiapan tidak hanya berhubungan dengan minimnya waktu yang dialokasikan untuk belajar, tetapi juga berhubungan dengan gaya belajar yang dipilih (Jena, 2016).

Gaya belajar sendiri dapat diartikan sebagai kecenderungan pendekatan belajar yang ditunjukkan oleh seseorang. Penerapan gaya belajar yang sesuai dengan preferensi kita, tentu akan memberikan hasil belajar yang paling baik.

Sebagai contoh, ada orang yang lebih baik dalam menyerap pelajaran dalam suasana yang tenang, tetapi ada juga yang justru lebih optimal hasil belajarnya ketika belajar sambil ditemani musik. Ada yang senang belajar di malam hari, namun ada juga orang yang lebih suka belajar di pagi hari.

Ada orang yang lebih efektif ketika belajar dengan cara membaca daripada mendengarkan, atau lebih menyukai belajar berkelompok daripada sendiri. Seorang mahasiswa perlu mengenali gaya belajar yang dimiliki agar hasil pembelajaranya menjadi lebih optimal, dan ia akan lebih siap, baik dalam menghadapi ujian maupun perkuliahan di kelas.

  1. Temukan support system

Penting bagi mahasiswa untuk memiliki orang-orang yang selalu dapat memberi dukungan, baik dukungan emosional, informasional, maupun bantuan nyata. Teman, keluarga, pembimbing akademik, dan dosen yang dinilai nyaman untuk diajak bicara dapat menjadi sistem pendukung bagi mahasiswa. Memendam sendiri atau menghindari masalah yang sedang dihadapi tidak akan menyelesaikan masalah.

Kecemasan dalam menghadapi ujian, kurangnya minat terhadap bidang studi yang dipilih, atau tuntutan untuk berprestasi dari pihak-pihak tertentu yang membuat diri tertekan, akan lebih ringan jika diungkapkan pada orang-orang yang merupakan sistem pendukung kita.

Mereka dapat memberikan penguatan, saran-saran yang diperlukan, atau memberikan bantuan secara langsung terhadap kesulitan yang sedang dihadapi, misalnya, membantu menjelaskan materi kuliah yang masih kurang dipahami atau menjadi narahubung antara mahasiswa dan pihak tertentu saat komunikasi secara langsung antara keduanya sulit menemukan titik temu.

  1. Beri ruang untuk kegiatan non-akademik

Walaupun kegiatan akademik menjadi fokus utama, penting bagi mahasiswa untuk tetap terlibat dalam berbagai kegiatan non-akademik, seperti menjadi bagian dari kepanitiaan kegiatan kampus atau anggota dari kelompok peminatan yang ada di tingkat fakultas maupun universitas, seperti kelompok olahraga, tari, teater, atau fotografi.

Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, soft skills mahasiswa juga dapat terasah, seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja di bawah tekanan, dan disiplin. Hal-hal tersebut tentunya akan mendukung seorang mahasiswa untuk memiliki kesehatan mental yang baik.

  1. Cari bantuan profesional jika diperlukan

Akhirnya, apabila berbagai upaya telah dilakukan, namun masalah kesehatan mental yang dialami belum teratasi, mahasiswa diharapkan mulai mencari bantuan profesional.

Beberapa kampus diketahui memiliki layanan psikologi untuk para mahasiswa yang membutuhkan dan mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Inisiatif pribadi untuk mendatangi tempat praktik tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater, juga akan menjadi langkah awal yang baik untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang dihadapi.

Ditulis oleh: Rini Hildayani, S.Psi., M.Si., Psikolog

 https://edukasi.okezone.com/read/2024/01/18/65/2956720/dear-mahasiswa-ini-5-cara-menjaga-kesehatan-mental-di-lingkungan-kampus?page=3