Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., Psikolog yang akrab disapa Bunda Romy merupakan seorang Psikolog, Dosen, dan Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi UI. Beliau juga merupakan Koordinator Peminatan Psikologi Anak Usia Dini Program Studi Psikologi Terapan Program Magister Fakultas Psikologi UI sekaligus Ketua Kelompok Riset Teacher and Student Effectiveness Fakultas Psikologi UI. Bunda Romy yang pernah menjadi juri di ajang pencarian bakat (Idola Cilik, Akademi Fantasi, dan Indonesian Idol), juga sering berbagi ilmu dan pendapatnya dalam membahas masalah yang terjadi di masyarakat, sebagai seorang psikolog terkait isu anak-anak, pengasuhan, karier, moral, kreativitas dan berpikir kritis. Bunda Romy sudah mengembangkan minatnya terhadap bidang tersebut sejak mengajar di sanggar anak-anak saat kuliah dan bidang tersebut menjadi bidang yang beliau geluti hingga saat ini.
Sebagai seorang akademisi, Bunda Romy berbagi cerita singkat tentang penelitian disertasi yang pernah dilakukannya terkait peran Ibu. Beliau memilih untuk mengambil topik terkait Ibu karena berdasarkan penelitian Antropologi, Ayah merupakan seorang pencari nafkah sehingga di Indonesia pengasuhan lebih banyak dilakukan oleh seorang Ibu. Sesungguhnya peran Ayah dan Ibu seharusnya sama dalam praktek pengasuhan. Bunda Romy juga pernah membuat buku tentang pencegahan stunting. Buku tersebut menjelaskan bahwa peran Ibu dalam mencegah stunting, sangat perlu didampingi dan didukung oleh Ayah sejak anak dalam kandungan. Dengan pendampingan tersebut, banyak hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah, seperti Baby Blues yang dialami Ibu dan bahkan stunting itu sendiri yang mungkin dapat terjadi bila Ibu kurang memperhatikan asupan makanan dan stimulasi yg tepat untuk bayinya .
Bunda Romy juga menggambarkan beberapa penelitian lainnya. Terdapat penelitian tentang bagaimana parenting support (dukungan orang tua) berdampak pada motivasi akademis, karier anak, dan adaptasi anak di lingkungan. Dukungan yang diperlukan anak juga tidak selalu tentang dukungan orang tua saja atau keluarga, tapi ada juga dukungan teman sebaya dan guru. Kalau pada anak usia dini, dukungan awal ada di orang tua dan keluarganya. Jika sudah berkembang ke jenjang SD, SMP, dan SMA baru mulai ada dukungan teman sebaya dan guru. Dalam perkembangan anak, orang tua merupakan pihak pertama yang ditemui anak di awal kehidupannya dan menjadi cikal bakal anak belajar sesuatu.
Saat ini, salah satu topik yang sedang ditekuni Bunda Romy adalah Critical Thinking. Bunda Romy menjelaskan bahwa saat ini syarat kualifikasi karyawan yang diharapkan oleh perusahaan adalah yang memiliki Critical Thinking yang baik. Critical Thinking tidak berkembang begitu saja mengikuti perkembangan usia meskipun setiap individu memilikinya dengan porsi masing-masing. Critical Thinking harus distimulasi sejak dini agar dapat berkembang dengan baik. Critical Thinking membuat anak tidak begitu saja menerima sesuatu pendapat, tapi anak juga mencerna, menganalisis dari berbagai sudut pandang, memberikan tanggapan, dan menemukan solusi dari masalah atau keadaan yang dihadapi.
Menurut Bunda Romy, seorang Ibu perlu mengajarkan anak untuk selalu menganalisis sesuatu agar mengasah Critical Thinking anak. Misalnya, saat anak ingin membuka kaleng kerupuk dan anak tidak bisa membukanya jangan cepat percaya dengan kata- kata temannya yang mengatakan bahwa membuka kaleng kerupuk itu sulit. Ibu sebaiknya tidak langsung membukakan kaleng tersebut. Ibu bisa memberikan pertanyaan yang mengarahkan anak untuk menemukan solusinya sendiri, “Menurut kamu, itu bisa dibuka pakai apa ya?” Anak akan mencoba mengkaji lagi apa betul membuka kaleng kerupuk itu sulit dan mencoba mencari cara lain untuk membuka kaleng tersebut. Jadi anak bisa berpikir bahwa ia tidak harus marah atau menendang kalengnya, tapi ia harus mencari alat bantu untuk membuka kaleng tersebut. Contoh tersebut menjadi bukti nyata bahwa Ibu bisa melatih Critical Thinking anak pada situasi sederhana di kehidupan sehari-hari.
Berbicara mengenai pengasuhan, Bunda Romy mengatakan bahwa orang tua harus memiliki Ilmu Psikologi, harus belajar memahami manusia. Seorang Ibu harus banyak belajar, berlatih serta introspeksi diri bagaimana caranya bisa mendidik anak dengan empati dan asertif tanpa harus menggunakan emosi dan kekerasan. Di sinilah Psikologi berperan dalam pengasuhan. Ibu harus memanusiakan anak, jangan anak dianggap sebagai obyek. Ibu harus terus belajar untuk melakukan pendekatan pengasuhan yang tepat bagi anak karena tiap anak memiliki individual differences (perbedaan individu).
Beberapa waktu terakhir muncul tren pola asuh baru, yakni “Gentle Parenting”. Tren tersebut muncul setelah Sarah Ockwell-Smith menerbitkan bukunya “The Gente Parenting” pada tahun 2016. Pola asuh ini berfokus pada empati, rasa hormat, pengertian, dan batasan yang sehat. Menurut pemahaman Bunda Romy, pola asuh ini mirip dengan pola asuh Authoritative atau Demokratis.
Menurut Bunda Romy pola asuh merupakan pendekatan dalam mengasuh anak yang diterapkan orang tua secara konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh memberikan kontribusi terhadap kompetensi sosial, emosional, dan intelektual anak. Berdasarkan derajat kehangatan orang tua dengan anak dan kontrol orang tua terhadap anak, terdapat empat jenis pola asuh.
Bunda Romy menjelaskan empat jenis pola asuh berdasarkan Baumrind’s Parenting Styles Model. Bila Kehangatan orang tua rendah, tetapi kontrol orang tua tinggi merupakan pola asuh Authoritarian (Otoriter), orang tua berperan sebagai “bos”, kaku, penuh aturan dan arahan. Dengan pola asuh ini, anak menjadi mudah cemas, kurang percaya diri, kurang komunikatif, sulit untuk membuat keputusan, cenderung memberontak, mudah sedih dan tertekan, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, dan idealis. Bila Kehangatan orang tua tinggi dan kontrol orang tua tinggi merupakan pola asuh Authoritative (Demokratis), anak bebas berkreasi dengan batasan dan pengawasan dari orang tua. Dengan pola asuh ini, anak menjadi mudah membantah karena semua perlu penjelasan yang jelas, ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, tidak mudah stres dan depresi, serta berprestasi baik. Kehangatan orang tua tinggi, tetapi kontrol orang tua rendah merupakan pola asuh Indulgent (Permisif), orang tua minim arahan, aturan tidak jelas, anak cenderung menjadi “bos”. Dengan pola asuh ini, anak menjadi manja, kurang dewasa, kurang teratur, egois, mudah menyerah, tidak disiplin, percaya diri, kreatif, dan asertif. Kehangatan orang tua rendah dan kontrol orang tua rendah merupakan pola asuh Uninvolved (Tidak Terlibat), orang tua berjarak dengan anak, tetapi tetap memperhatikan kebutuhan dasar anak. Dengan pola asuh ini, self-esteem anak kurang berkembang, cenderung immature, kurang perhatian, terhambat dalam penyesuaian diri, spontan, dan berani mencoba.
Bunda Romy menjelaskan bahwa empat pola asuh tersebut dinyatakan efektif jika diterapkan pada situasi dan kondisi yang tepat. Bunda Romy menyarankan orang tua untuk menggunakan berbagai pola asuh secara bergantian menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Misalnya, saat anak sedang mendekati bahaya, Authoritarian (Otoriter) merupakan pola asuh yang paling tepat pada situasi ini karena langsung melarang anak secara cepat dan tegas. Jika anak sedang membuat kerajinan tangan, orang tua harus memberikan kebebasan anak dalam berekspresi sehingga pola asuh yang memungkinkan dalam situasi ini adalah pola asuh Indulgent (Permisif). Oleh karena itu, seorang Ibu harus bisa menempatkan diri dan memahami situasi anak sehingga bisa memilih pola asuh yang tepat di segala situasi.
Bunda Romy juga membagikan pengalaman pribadinya sebagai seorang Ibu. Saat anaknya masih kecil, Bunda Romy membuatkan program sederhana untuk perkembangan belajar anaknya di rumah. Misalnya, target hari pertama adalah pembelajaran warna, Bunda Romy akan menyediakan kaset lagu-lagu terkait warna, menyiapkan buah-buah sesuai warna yang sedang dipelajari, ruangan rumah ditempel hiasan warna tersebut, dan dalam satu hari pengasuh bertugas memperkenalkan warna kepada anak di setiap aktivitasnya. Saat Bunda Romy pulang bekerja, beliau akan mengevaluasi hasil pembelajaran hari itu dengan bertanya kepada anaknya apakah ia sudah mengetahui dan hafal setiap warna yang dipelajari. Program Bunda Romy ini membuat sebuah produk susu anak ingin berkolaborasi untuk membuat sebuah platform terkait multiple intelligence( kecerdasan majemuk). Para Ibu dapat mengikuti asesmen untuk mengetahui bagian multiple intelligence anak yang masih perlu ditingkatkan dan akan diberikan referensi kegiatan yang dapat meningkatkannya.
Untuk menjaga kesehatan fisik dan mental dalam menjalankan perannya, seorang Ibu harus memiliki kemampuan untuk mengintrospeksi dirinya, lalu mendapat feedback tentang kelebihan dan kekurangannya sehingga konsep diri, gambaran diri jadi lebih jelas. Ibu jadi mengetahui kapasitas dirinya, mengukur batas kemampuannya, dan mengetahui bantuan apa saja yang ia perlukan. Ibu juga perlu didampingi oleh Ayah dalam pengasuhan. Selain itu, Ibu juga perlu berkomunikasi secara asertif mengenai kebutuhan dan harapannya terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengasuhan seperti keluarga dan Asisten Rumah Tangga.
“ Menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, Ibu harus punya Ilmu Psikologi untuk belajar memahami manusia. Kita harus tanya kepada anak, anak adalah guru utama karena anak bisa memberi tahu apa yang dirasakan dan diinginkan. Kemudian banyak membaca, melihat informasi dan berita yang bisa mengembangkan kemampuan menjadi orang tua yang luar biasa”, ucap Bunda Romy.