Pada tanggal 13 November 2022 lalu, siswa-siswi salah satu SD di Kota Depok mengalami kejadian yang memilukan. Sekolah tempat mereka belajar dan bermain harus digusur secara paksa oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, kota yang mengklaim dirinya sebagai kota ramah anak. Penggusuran ini dilakukan secara mendadak tanpa melibatkan proses diskusi antara pihak wali murid maupun guru serta melibatkan tindakan pemaksaan pengosongan sekolah oleh satpol PP, membuat kegiatan belajar mengajar di lingkungan SD tersebut terganggu.
Kondisi ketidakpastian ini tentunya menimbulkan dampak psikologis yang serius bagi perkembangan siswa-siswi tersebut. Bentuk gangguan psikologis tersebut meliputi distres psikologis, stres, depresi, gangguan kecemasan, rasa ketidakpastian, dan ketakutan akibat bayang-bayang penggusuran yang terjadi. Meskipun berada dalam kondisi yang tidak menentu, siswa-siswi SD tersebut tetap harus meneruskan kegiatan mereka di sekolah untuk belajar. Oleh karena itu, mereka memerlukan kemampuan resiliensi agar bisa terus termotivasi untuk menempuh pendidikan dan memecahkan permasalahan di masa depan.
Resiliensi, sebagai kemampuan untuk beradaptasi terhadap kesulitan, menjadi hal penting dalam situasi ini. Sayangnya, sangat sedikit program terkait resiliensi dan kesiapan belajar melalui pendekatan psikologis yang tertuju dan disesuaikan secara khusus untuk anak usia SD. Oleh karena itu, tim pengabdi dari Kelompok Riset Kesehatan Mental Komunitas atau RoCMHI melakukan intervensi dalam rangka meningkatkan resiliensi yang kali ini dibawakan dalam bentuk penampilan video drama.
“Berangkat dari rasa prihatin ke anak-anak ini, sih. Mereka punya hak untuk menempuh pendidikan yang layak, aman, dan membuat mereka berkembang, tapi semenjak ada polemik ini, pembelajaran dan bahkan hubungan pertemanan mereka terganggu.” Ujar Laraszahra selaku ketua pelaksana program pengabdian masyarakat ini, Selasa (19/12/2023).
Ada banyak cara untuk membantu anak dalam mengembangkan kemampuan resiliensi yang mereka miliki. Media video drama dipilih karena paling sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan. Penanaman pesan-pesan moral dalam drama ini diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan resiliensi bagi para siswa untuk mempertahankan motivasi serta memanfaatkan potensi yang mereka miliki dalam menghadapi ketidakpastian. Drama yang berjudul ‘Resep Ajaib Kaci dan Aci’ ini bercerita mengenai kisah kurcaci bersaudara, Aci dan Kaci, yang diminta Ibu Peri untuk membuat kue untuk Festival Desa Tralala. Sayangnya, agenda mereka terancam batal karena resep ajaib peninggalan kakek mereka dicuri oleh penyihir jahat. Di tengah kondisi sekitar yang tak menentu, kurcaci bersaudara Kaci dan Aci pun merasa terpuruk. Akan tetapi, mereka tetap harus mencari cara untuk menyelamatkan Festival Desa Tralala dan membuat kue ajaib seperti yang diharapkan oleh ibu peri.
“Saya pikir ini adalah upaya kreatif untuk menyampaikan pesan penting kepada anak-anak. Melalui drama dengan alur ceritanya sendiri, dimulai dari latar belakang, kemudian muncul masalah, diikuti oleh situasi sulit, namun akhirnya ditemukan solusinya. Nah, di sini, mereka diajak untuk melihat bagaimana ketika ada masalah, ada pula solusinya. Ini mengajarkan bahwa saat menghadapi masalah, kita perlu kembali melihat potensi yang kita miliki, untuk bisa kita pakai dalam menghadapi situasi sulit.” Ujar Nathanael E. J. Sumampouw, dosen pembimbing program pengabdian masyarakat ini.
Proses pelaksanaan intervensi ini dilakukan oleh Tim Panitia Pelaksana yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Psikologi UI dan berjalan di bawah bimbingan dosen dan psikolog yang ahli di bidangnya. Pembuatan drama ini dilaksanakan di Auditorium Gedung H Fakultas Psikologi UI dan melibatkan mahasiswa dalam produksinya. Baik sebagai produser, sutradara, aktor, penulis skrip, penata rias, penata latar, kameramen, hingga editor.
“Selama menjalani kegiatannya, kadang-kadang ada momen di mana aku mikir apakah ini benar-benar akan bermanfaat untuk anak-anak, atau apakah akan ditonton dan setidaknya sedikit membantu mereka. Jadi kadang-kadang merasa kurang termotivasi juga, walaupun tetap menjalani latihan dan lain-lain. Namun, karena prosesnya memang seru dan bisa bersama teman-teman lain, akhirnya aku jadi enjoy. Ditambah lagi dengan kesempatan baru untuk voice over dan akting,” ujar Khena, pemeran dari ‘Aci’.
Drama ini akan disebar dalam grup forum wali murid agar siswa-siswi SD tersebut dapat menontonnya. Dengan harapan, mereka bisa memetik pelajaran berharga dari drama ini untuk bisa menguatkan kondisi mereka di tengah situasi yang mereka hadapi.
“Aku yakin setiap anak punya kemampuan untuk menghadapi dan bangkit lagi dari kesulitan. Jadi, lewat drama ini, harapannya mereka bisa ingat lagi sama potensi yang sebetulnya sudah ada dalam diri mereka,” tutur Laraszahra.
Ditulis oleh : Laraszahra Kemalasari Erlambang, Fauzan Abdullah Azzam,
Nisrina Kaiysa Fathina, Sherly Saragih Turnip, Nathanael E.J. Sumampouw
Fakultas Psikologi UI