Research Day F. Psikologi Series ke-5: Keberbedaan dalam Proses Belajar

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyelenggarakan Research Day Series ke-5 Rabu, 15 Juni 2022 secara online. Research Day Series ini merupakan kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap bulannya dan bertujuan  memberikan pemahaman bagi civitas akademika Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mengenai riset dan penelitian. Seri ke-5 ini membahas mengenai Keberbedaan dalam Proses Belajar dan dibawakan oleh Kelompok Riset Teacher and Student Effectiveness Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Research Day kali ini menghadirkan 2 narasumber dan 1 moderator. Narasumber pertama Prof. Dr. Frieda Maryam Mangunsong Siahaan, M.Ed., Psikolog merupakan Anggota Kelompok Riset Teacher and Student Effectiveness sekaligus Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Narasumber pertama menyampaikan materi dengan judul “Program Pembelajaran Individual untuk Pendidik Anak dengan Kebutuhan Khusus Non-Fisik”.

Narasumber kedua yakni Shahnaz Safitri, M.Psi., Psikolog merupakan Anggota Kelompok Riset Teacher and Student Effectiveness dan juga Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Judul materi dari narasumber kedua adalah “Pelatihan Pengembangan Sikap Kreatif pada Guru Anak Usia Dini”. Seri ini dimoderatori oleh Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., Psikolog yang merupakan Ketua Kelompok Riset Teacher and Student Effectiveness dan juga Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Narasumber pertama, yakni Prof. Frieda menyampaikan bahwa sebenarnya terdapat dua buku terkait program pembelajaran yang telah dibuat, yakni Fisik dan Nonfisik, namun webinar kali ini akan lebih terfokus pada Nonfisik.

Prof. Frieda menjelaskan terkait latar belakang program yang telah dibuat. Program ini dilatar belakangi oleh fakta bahwa begitu banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang juga memiliki hak untuk masuk sekolah. “Pendidikan inklusif di Indonesia baru dimulai tahun 2004. Terhitung sudah 18 tahun sejak didirikannya sekolah inklusif, namun Indonesia masih tetap kewalahan terkait bagaimana cara menyelenggarakan pendidikan inklusif”, ungkapnya.

Terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan seperti jenjang pendidikan, jenis kebutuhan khusus, maupun wilayah daerahnya. Untuk keberhasilan penyelenggaraaan pendidikan inklusif, perlu adanya pemahaman terkait konsep inklusivitas & implementasinya, seperti: apa saja syaratnya, apa yang perlu disiapkan, bagaimana prosesnya mulai dari seleksi hingga proses belajar, sistem pendidikan (regulasi), maupun evaluasi & output yang diharapkan. Guru dan sistem sistem dukungan sosial menjadi garda terdepan dalam pendidikan inklusif. Orang tua menjadi dukungan sosial bagi anak, penerimaan orang tua (acceptance) terhadap keadaan anak menjadi salah kunci keberhasilan anak di masa yang akan datang.

Selanjutnya, narasumber kedua yakni Shahnaz Safitri, M.Psi., Psikolog mulai memaparkan materi mengenai Pelatihan Pengembangan Sikap Kreatif pada Guru Anak Usia Dini. Narasumber mulai membahas mengenai Creative Teaching. Terdapat beberapa hal yang menjadikan creative teaching sebagai topik yang penting, di antaranya adalah World Economic Forum menyorot kreativitas sebagai keterampilan esensial di abad 21, namun ternyata data dari Global Creativity Index (CGI) tahun 2015 menunjukkan siswa Indonesia menduduki peringkat 115 dari 139 negara.

Hal ini bukan berarti seluruh siswa di Indonesia tidak kreatif, namun performa siswa Indonesia dalam kreativitas tergolong masih bawah dibandingkan negara lain. Kreativitas juga sangat penting bagi guru karena sudah diatur dalam Permendiknas No. 16/2007 tentang standar kompetensi guru ialah membangun atmosfer belajar yang kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa merangsang siswa untuk lebih kreatif merupakan bagian dari tugas guru.

Kita tahu bahwa lingkungan rumah dari masing-masing siswa beragam, maka minimal di sekolah siswa diharapkan mendapat simulasi kreativitas yang diharapkan. Berikut beberapa isu terkait kreativitas dalam konteks pendidikan, pertama, guru cenderung tidak mendukung unjuk kreatif siswa, khususnya jika siswa berperilaku berbeda dari harapan. Kedua, siswa kreatif dipandang nakal (misbehavior), dan terakhir guru memandang kreativitas pengajaran sebagai hal yang “ekstra” untuk dilakukan atau dalam kata lain membutuhkan tenaga lebih.

Lebih lanjut mengenai research day seri 5 dapat diakses melalui link https://www.youtube.com/watch?v=jQF5LJjtZiA.

(Md)