Ikut Sebarkan Video Berarti Mendukung Pelaku

Peristiwa perundungan pada anak di lingkungan sekolah umumnya dilihat orang lain atau saksi. Meski demikian, saksi yang melihat aksi perundungan tidak berupaya mencegah, menghentikan, ataupun melaporkan aksi perundungan tersebut.

“Jarang sekali perundungan tanpa dilihat orang lain, pasti ada saksi. Masalahnya, sebagian besar saksi tidak berbuat apa-apa ketika kasus itu sedang terjadi. Bahkan jika diambil video, video tersebut justrui disebarluaskan. Ini sama saja dengan mendukung aksi perundungan,” kata dosen psikologi sosial Universitas Indonesia Ratna Djuwita dalam diskusi publik bertema “Perundungan dalam Psikologi Sosial” yang diselenggarakan Fakultas Psikologi UI di Depok, Rabu (26/7). Diskusi diikuti oleh beragam kalangan, mulai dari pendidik, anak sekolah, serta pemerhati perempuan dan anak.

Dalam disertasinya yang berjudul “Dilema Saksi Perundungan: Membela Korban atau Mendukung Pelaku”, pada 2017, Ratna melakukan penelitian di Jawa Tengah dengan 2.725 responden yang terdiri dari 1.657 siswa, 334 guru/karyawan sekolah, dan 734 orangtua murid. Hasilnya, 81 persen membela korban dan 21 persen mendukung pelaku.

Ratna menjelaskan, saksi yang adalah siswa tetap membela korban perundungan ketika ia memiliki efikasi diri atau kemampuan diri yang didukung komunitasnya. Untuk orangtua/ wali murid, membela korban karena memahami dampaknya.

Adapun 21 persen responden yang mendukung pelaku, dari kalangan siswa, menunjukkan, mereka merupakan teman pelaku. Dari kalangan orangtua atau wali murid mendukung pelaku karena tidak peduli.

“Banyak orangtua atau wali murid yang melihat perundungan terhadap anak, tetapi karena tahu itu bukan anaknya, tidak mau ikut campur,” ujarnya.

Menurut Ratna, kasus perundungan akan cepat ditanggulangi ketika saksi atau orang yang melihat kejadian tersebut melakukan intervensi. “Meski begitu, pelaku yang juga adalah anak-anak tidak bisa dihukum dengan cara kekerasan, harus ada pendekatan yang lebih baik,” kata Ratna.

Perundungan siber

Dosen psikologi sosial UI lainnya, Laras Sekarasih, mengatakan, posisi saksi dalam perundungan siber lebih sulit. Pasalnya, cara membela korban yang dilakukan saksi justru menjadi bagian dari perundungan siber.

“Dalam media sosial, misalnya, ketika pelaku perundungan membuat status yang menyerang, saksi membela dengan berkomentar. Lalu terjadi berbalas komentar. Itu justru membantu pelaku mencapai tujuannya,” kata Laras.

Laras menjelaskan, tujuan pelaku dalam perundungan siber lebih mudah melakukan aksinya karena tidak memerlukan kekuatan fisik seperti perundungan konvensional. Selain itu, jejaknya dalam dunia siber lebih sulit dihapus. “Pelaku sebagian besar anonim, jadi siapa saja bisa melakukan hal itu,” ujar Laras.

Saksi dalam perundungan siber yang merupakan pengguna media sosial membela korban dengan tidak berkomentar apalagi membagikan statusnya. “Tangan kita ini, kan, lebih suka share, maksudnya baik, tetapi itu sama saja mendukung pelaku,” katanya. (IDO/wartawan KOMPAS)

Sumber : KOMPAS ONLINE (27/07/2017)
Foto      : Humas FPsi UI