Dr. Tri Iswardani Sadatun, M.Si., Psikolog yang akrab disapa Ibu Dani merupakan seorang Dosen Fakultas Psikologi UI yang memiliki keahlian di beberapa bidang. Psikologi adiksi merupakan salah satu bidang keahlian yang beliau geluti. Saat menempuh studi S3, disertasi beliau berjudul “Pemulihan Adiksi Narkoba dalam Perspektif Trauma Perkembangan dan Model Meaning Making”. Beliau mendedikasikan dirinya pada masalah adiksi di Indonesia.
Sekilas perjalanan kariernya di bidang adiksi dimulai sejak tahun 90-an. Ketika itu mulai banyak kasus ketergantungan narkotika, psikotropika, dan obat terlarang (narkoba) ditemui di klinik tempatnya berpraktik. Sebagian besar kasus yang ditemui dialami oleh kelompok usia remaja. Namun, ketika itu rehabilitasi ketergantungan narkoba di Indonesia masih sangat terbatas. Profesional yang menangani masalah adiksi narkoba masih didominasi oleh psikiater. Pendidikan psikolog sendiri pada periode itu belum memberikan bekal yang cukup tentang adiksi, apalagi penanganannya. Kebanyakan klien yang akhirnya datang ke klinik pernah mengikuti program rehabilitasi di luar negeri, namun demikian angka kekambuhan masih sangat tinggi. Sementara dana yang dikeluarkan untuk rehabilitasi sangat tinggi.
Dengan kondisi yang dihadapi Ibu Dani, mendorongnya untuk belajar secara mandiri dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di luar negeri dengan sponsor dari Colombo Plan Drugs Advisory Program. Selain itu, bersama-sama dengan para orang tua pecandu, Ibu Dani mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yakni Masyarakat Anti Narkoba yang bertujuan memberikan psikoedukasi kepada masyarakat tentang bahaya narkoba, serta mendirikan program rehabilitasi aftercare yang diberi naman PACMAN (Program After Care Masyarakat Anti Narkoba). Di lingkungan UI, Ibu Dani juga pernah menjabat sebagai Ketua Program P3N-UI (Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba – UI).
Dengan berjalannya waktu, adiksi berkembang ke adiksi lain selain narkoba, yang disebut sebagai adiksi perilaku, seperti judi, game, belanja, pornografi, seks, internet, dsb. Dari pengalamannya menangani berbagai jenis adiksi, beliau berpendapat bahwa semua bentuk adiksi bisa dijelaskan dengan psikodinamika yang sama. Psikologi dapat memberikan penjelasan mengapa terjadi perilaku berulang dalam hal adiksi.
Menurut Ibu Dani, psikologi adiksi adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari proses psikologis dan perilaku yang terkait dengan adiksi. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan bahwa seseorang mengalami adiksi narkoba, yaitu adanya efek toleransi (membutuhkan narkoba lebih banyak untuk mendapatkan efek yang sama bagi pengguna); mengalami gejala putus zat, yakni reaksi fisik dan mental yang tidak menyenangkan ketika penggunaan narkoba dihentikan; adanya dorongan yang kuat (craving) yang tidak terkendali; kehilangan kontrol untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan walaupun sudah menyadari dampak negatif bagi kesehatan, kehidupan sosial dan keselamatan jiwa; narkoba menjadi center of life, penggunaan narkoba menjadi satu-satunya yang menyenangkan dan menjadi perhatian para pecandu narkoba.
Terdapat beberapa perspektif untuk menjelaskan dan memahami adiksi, yaitu The Disease Model, The Moral Model, dan The Maladaptive Behavior Model. The Disease Model menganggap bahwa adiksi merupakan penyakit otak yang kronis, progresif, dan dapat kambuh yang memengaruhi kemampuan individu dalam mengendalikan penggunaan narkoba atau perilaku adiktif. Perspektif ini dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan dan perkembangan individu. Perspektif lain, yakni The Moral Model menjelaskan bahwa adiksi disebabkan oleh kegagalan moral atau kelemahan karakter individu. Menurut perspektif ini, individu yang melawan kecanduannya kurang memiliki komitmen dan disiplin diri, serta perilaku kecanduan mereka merupakan akibat dari pengambilan keputusan yang buruk dan tidak bertanggung jawab. Pada Maladaptive Behavior Model, adiksi dipandang sebagai coping mechanism dalam menghadapi stres, trauma, atau masalah emosi-emosi negatif. Perspektif ini berpendapat bahwa individu beralih ke zat atau perilaku adiktif untuk melepaskan diri dari emosi negatif, mengatasi situasi sulit, atau mengelola gejala psikologis yang berkaitan dengan depresi atau kecemasan.
Indonesia menghadapi tantangan serius terkait adiksi narkoba, antara lain prevalensi penggunaan narkoba. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2023, sekitar 3,6 juta orang Indonesia pernah menggunakan narkoba setidaknya sekali dalam setahun terakhir. Kelompok usia yang paling rentan adalah remaja dan dewasa muda. Jenis narkoba yang banyak digunakan adalah ganja, methamphitamine, ekstasi, dan obat-obatan terlarang lainnya.
Menurut Ibu Dani, mengembangkan ilmu psikologi adiksi dan terapannya di Indonesia menghadapi beberapa kendala yang perlu diatasi untuk meningkatkan efektivitas perawatan dan pencegahan. Beberapa kendala yang dihadapi, yaitu adanya stigma negatif terhadap pengguna narkoba dan yang mencari bantuan kesehatan mental; kurangnya sumber daya dan tenaga ahli (psikolog klinis, konselor adiksi, dan terapis); masih sedikitnya penelitian yang dilakukan di Indonesia; keterbatasan dana dan anggaran untuk program pencegahan, intervensi, dan rehabilitasi adiksi; kurangnya pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya narkoba dan pentingnya kesehatan mental; masih banyaknya program rehabilitasi yang tidak mengintegrasikan pendekatan holistik yang mencakup aspek psikologis, sosial, dan medis; serta adanya regulasi dan kebijakan yang tidak selalu mendukung rehabilitasi berbasis bukti.
Ibu Dani menjelaskan beberapa contoh penelitian psikologi adiksi di Indonesia, yaitu penelitian tentang faktor sosial dan budaya, trauma dan kesehatan mental, serta efektivitas program rehabilitasi. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa faktor sosial dan budaya memainkan peran penting dalam penggunaan narkoba. Tekanan dari teman sebaya, kurangnya dukungan keluarga, dan stigma sosial terhadap pengguna narkoba adalah faktor yang signifikan. Pada bahasan trauma dan kesehatan mental, studi menunjukkan bahwa banyak pengguna narkoba di Indonesia memiliki riwayat trauma atau masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Layanan rehabilitasi narkoba di Indonesia kini semakin sering mencakup terapi trauma dan dukungan kesehatan mental sebagai bagian dari perawatan. Lalu pada studi efektivitas program rehabilitasi narkoba di Indonesia, menunjukkan bahwa pendekatan holistik yang mencakup terapi psikologis, pendidikan keterampilan hidup, dan dukungan sosial lebih berhasil dalam membantu pemulihan. Banyak pusat rehabilitasi di Indonesia yang kini mengadopsi model perawatan holistik ini.
Adapun contoh penelitian psikologi adiksi di luar negeri, yaitu penelitian tentang genetika dan neurobiologi, terapi berbasis bukti, intervensi awal dan pencegahan, serta teknologi dan adiksi. Pada penelitian genetika dan neurobiologi menunjukkan bahwa faktor genetik dan perubahan neurobiologis di otak berperan besar dalam adiksi. Ini mencakup perubahan pada sistem reward di otak yang membuat pengguna narkoba sulit berhenti. Penemuan ini mendorong pengembangan obat-obatan yang menargetkan sistem neurobiologis tertentu untuk membantu mengurangi ketergantungan.
Pada studi terapi berbasis bukti menunjukkan bahwa beberapa psikoterapi mengatasi adiksi dan diintegrasikan dalam perawatan di pusat rehabilitasi dalam bentuk terapi individu dan kelompok. Untuk intervensi awal dan pencegahan, penelitian menekankan pentingnya intervensi dini dan program pencegahan yang ditargetkan pada kelompok berisiko tinggi, termasuk remaja. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa memiliki program pendidikan dan pencegahan di sekolah-sekolah yang dirancang untuk mengurangi risiko penggunaan narkoba sejak dini.
Penelitian psikologi adiksi juga mengkaji penggunaan teknologi, seperti aplikasi berbasis smartphone dan terapi online untuk mendukung pemulihan dari adiksi. Beberapa program rehabilitasi kini menggunakan aplikasi untuk pemantauan berkelanjutan dan dukungan bagi individu yang sedang dalam proses pemulihan.
Ibu Dani berpendapat bahwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi, baik dari aspek individu, lingkungan, maupun sosial. Dari faktor individu, banyak individu yang menyalahgunakan narkoba untuk mengatasi stres, depresi, kecemasan, gangguan stress pasca trauma (PTSD) serta untuk memenuhi rasa ingin tahu dan eksplorasi. Dari faktor sosial dan lingkungan, adanya tekanan dari teman sebaya, disfungsi keluarga serta penggambaran penggunaan narkoba melalui media, film, dan musik menjadi penyebab penyalahgunaan narkoba. Dari segi ekonomi dan sosial, keterbatasan ekonomi dan pengangguran dapat menyebabkan individu mencari pelarian melalui narkoba. Ketersediaan dan kemudahan akses terhadap narkoba juga dapat meningkatkan penyalahgunaan narkoba. Selain itu kurangnya edukasi dan kesadaran tentang bahaya narkoba, serta kurangnya dukungan dan layanan rehabilitasi juga turut andil dalam menyebabkan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
“Peran psikologi dalam meminimalisir terjadinya loss generation akibat penyalahgunaan narkoba sangat penting. Psikologi menawarkan pendekatan yang komprehensif dan berfokus pada pemahaman serta intervensi terhadap faktor-faktor yang mendorong penggunaan narkoba,” ungkap Ibu Dani.
Psikologi dapat berkontribusi dengan mengembangkan dan mengimplementasikan program pendidikan tentang bahaya narkoba, keterampilan hidup, dan strategi coping yang sehat; melakukan intervensi dini; melakukan terapi dan rehabilitasi (Cognitive Behavioral Therapy, Eye Movement Disensitization and Reprocessing Therapy, Meaning Therapy, Motivational Interviewing Therapy, Dukungan Keluarga dan Terapi Sistemik); melakukan penelitian dan pengembangan kebijakan; serta membangun resiliensi dan keterampilan hidup (manajemen stres, keterampilan komunikasi, dan pengambilan keputusan yang sehat).
Mencapai Indonesia yang bersih dari narkoba memerlukan pendekatan terpadu dan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak. Menurut Ibu Dani, salah satu langkah yang perlu diperkuat adalah kolaborasi dan kemitraan. Perlu adanya fasilitas yang mewadahi kerja sama secara nasional berbagai lembaga pemerintah pusat dan daerah, BNN, LSM, sektor swasta, dan komunitas di masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan narkoba. Lebih luas lagi, Indonesia memerlukan pengetahuan, sumber daya, dan diskusi strategi efektif dalam perang melawan narkoba melalui kerja sama dengan organisasi internasional. Kerja sama internasional ini dapat melibatkan Kementerian Luar Negeri dan organisasi internasional seperti Colombo Plan Drugs Advisory Program.
Paralel dengan upaya yang dilakukan di tempat praktik dan di masyarakat, Ibu Dani sebagai dosen juga membuka mata kuliah pilihan Psikologi Adiksi pada program sarjana psikologi. Tujuannya adalah memberikan psikoedukasi bahaya narkoba dan membantu mahasiswa memahami mengenai latar belakang psikologi terjadinya adiksi. Selain itu, juga diperkenalkan beberapa strategi pencegahan, serta ke mana merujuk teman atau keluarga yang ingin pulih dari adiksinya.
Adiksi adalah masalah kompleks yang memerlukan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek psikologis, biologis, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya spesialisasi pendidikan psikologi di bidang adiksi. Program S2 yang fokus pada psikologi adiksi akan melahirkan profesional dengan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang ini. Pengembangan program S2 psikologi adiksi di Indonesia adalah salah satu langkah strategis yang dapat memberikan dampak signifikan dalam penanganan masalah adiksi di Indonesia.Program S2 psikologi adiksi juga akan memenuhi kebutuhan tenaga kerja profesional yang kompeten di sektor kesehatan mental dan rehabilitasi. Profesional yang terlatih khusus dalam psikologi adiksi dapat memberikan intervensi dan perawatan yang lebih efektif, berbasis bukti, dan holistik, serta dapat meningkatkan hasil pemulihan bagi individu yang mengalami adiksi. Lulusan program ini dapat berkontribusi pada pengembangan kebijakan publik, program pencegahan, dan layanan rehabilitasi yang lebih baik berdasarkan penelitian dan praktik terbaik di bidang adiksi.
Sebagai bentuk komitmen Fakultas Psikologi UI untuk terus berkontribusi bagi masyarakat, saat ini Fakultas Psikologi UI sedang mempersiapkan pembukaan Program S2 Psikologi Adiksi yang terbuka bagi lulusan S1 dari berbagai disiplin ilmu. Para mahasiswa akan mempelajari Teori dan Praktik Psikologi Adiksi (teori adiksi, model intervensi, dan teknik terapi); Psikologi Perkembangan dan Kepribadian; Neurosains Adiksi (aspek biologis dan neurologis adiksi); Penilaian dan Diagnostik; Kesehatan Mental dan Adiksi (hubungan antara adiksi dan gangguan kesehatan mental lainnya); Intervensi Berbasis Bukti; serta Penelitian dan Metodologi. Dengan kurikulum yang tepat, kolaborasi yang kuat, dan dukungan yang memadai, Program S2 Psikologi Adiksi dapat melahirkan profesional yang kompeten dan berkomitmen untuk memerangi adiksi dan membantu individu mencapai pemulihan yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, psikologi adiksi memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memahami dan mengatasi adiksi narkoba, memfokuskan pada penyebab, mekanisme, dan intervensi yang efektif untuk pemulihan jangka panjang . Psikologi adiksi menjadi salah satu disiplin ilmu yang dapat berkontribusi dalam isu penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Semoga psikologi adiksi tidak hanya sekedar menjadi ilmu pengetahuan, namun juga menjadi disiplin ilmu yang dapat diterapkan dengan tepat dan inovatif.