Relational Well-Being: Mempertimbangkan faktor demografik dan hubungan sosial dalam peningkatan kebahagiaan

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyelenggarakan Research Day Series ke-6 Rabu, 6 Juli 2022 secara online. Research Day Series ke-6 di selenggarakan dalam rangka memberikan pemahaman bagi civitas akademika Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mengenai riset dan penelitian. Seri ini membahas mengenai Relational Well-Being: Mempertimbangkan faktor demografik dan hubungan sosial dalam peningkatan kebahagiaan, dibawakan oleh Laboratorium Kognisi, Afek dan Well-Being Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Research Day kali ini menghadirkan 2 narasumber dan 1 moderator. Narasumber pertama Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog yang merupakan Anggota Laboratorium Kognisi, Afek dan Well-Being sekaligus Dekan dan Dosen F. Psikologi UI. Narasumber kedua Mellia Christia, M.Si., M.Phil., Psikolog merupakan PhD Candidate at Radboud University The Netherlands, Anggota Laboratorium Kognisi, Afek dan Well-Being serta Dosen F. Psikologi UI. Seri ini dimoderatori oleh Eko Handayani, M.Psi., Psikolog yang juga Anggota Laboratorium Kognisi, Afek dan Well-Being dan Dosen F. Psikologi UI.

Narasumber pertama, Yakni Dr. Bagus Takwin menyampaikan topik Resilient Indonesian Slums Envisioned (RISE): Building an inclusive governance with people and water to make social-ecological interactions more resilient to water-related disasters. Dr. Bagus memulai webinar dengan pemaparan mengenai latar belakang penelitian yang beliau lakukan. Banyak kota di Indonesia yang memiliki area pemukiman yang kumuh dan sering mengalami bencana terkait air (banjir, kekurangan air bersih, polusi air dan kekeringan). Urbanisasi dan perubahan iklim menjadi dua faktor di antara banyak faktor lainnya yang berperan penting menghasilkan kondisi kumuh dan rawan bencana. Terdapat beberapa permasalahan seperti pengelolaan air dan lingkungan, kesehatan, kemiskinan, psikologis, kesejahteraan, kebahagiaan dan produktivitas rendah. Hal-hal inilah yang menggerakkan narasumber beserta peneliti lainnya untuk berusaha memahami mengapa hal tersebut dapat terjadi dan bagaimana cara yang efektif untuk mengatasinya. Tujuan dari penelitian ini secara keseluruhan adalah menjelaskan, meramalkan dan meningkatkan resiliensi sosial-ekologis dan well being warga di kota yang rentan bencana dan kumuh akibat perubahan iklim dan urbanisasi. Terdapat tiga kota yang menjadi fokus area penelitian, yakni Pontianak (sering mengalami banjir), Bima (kekeringan) dan Manado.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Bronfenbrenner’s Ecological System Theory. Teori ini dapat menjelaskan perkembangan individu dalam berbagai konteks mulai dari mikro, meso, hingga makro. Dari sinilah awalnya narasumber berpikir bahwa kita harus memahami perkembangan dan kebahagiaan individu dalam konteks yang lebih luas. Psikologi biasanya lebih berfokus pada makro (individual) namun ternyata perkembangan individu, baik kebahagiaan maupun resiliensi berkaitan erat dengan lingkungan yang lebih luas termasuk lingkungan fisik atau ekologinya

Selanjutnya, narasumber kedua yakni Mellia Christia, M.Si., M.Phil., Psikolog mulai memaparkan materinya mengenai Exploration of Well-Being of People Living in Slums and Affected by Climate Change in Indonesia (Study 1). Penelitian ini merupakan study 1 dari disertasi yang tengah beliau kerjakan. Pemaparan materi dimulai dengan review literatur. Selama ini well-being selalu ada hampir di semua proyek yang berlangsung terutama yang berkaitan dengan perkembangan. Banyak pendekatan yang digunakan untuk meneliti well-being. Di Psikologi sendiri well-being sering dikaitkan dengan happiness, quality of life, psychological well-being, dan subjective well-being.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya terkait well-being, terdapat banyak kritik mengenai konsep well-being itu sendiri. Dasar teori dan cara pengukurannya sangat individual perspective, selalu dilihat sebagai hasil (tujuan utama), dan teorinya berasal dari sample weird population; western, well-educated, rich atau yang biasa dikenal dengan istilah Global North. Berangkat dari permasalahan ini apakah tepat untuk meneliti pada kelompok atau masyarakat di bagian yang tidak memiliki karakteristik seperti di atas (Global South). Selain itu, well-being ternyata bukan hanya sekedar outcome (tujuan), tetapi sebenarnya dapat dilihat sebagai suatu proses karena well-being memiliki kemungkinan untuk berubah dan bergerak dari yang sangat baik menjadi tidak baik ataupun sebaliknya. Masih banyak hal-hal yang belum terpenuhi oleh literatur yang sudah ada sekarang mengenai well-being. Gap yang coba dipenuhi oleh narasumber pada penelitian ini adalah bagaimana memahami well-being dan mengeksplorasi faktor lain yang berhubungan dengan budaya, lingkungan, dan konteks dimana seseorang itu berada.

Lebih lanjut mengenai Research Day seri 6 dapat diakses melalui link https://www.youtube.com/watch?v=lhZ9xqI59fc.

We are using cookies to give you the best experience. You can find out more about which cookies we are using or switch them off in privacy settings.
AcceptPrivacy Settings

GDPR

× Whatsapp Fakultas